Marga Tionghoa
Sejarah marga di dalam kebudayaan Tionghoa bermula dari 5.000 sampai 8.000
tahun yang lalu sewaktu masyarakat Tionghoa masih bersifat matrilineal.
Pada masa itu, marga diwariskan dari garis ibu, itu yang menyebabkan
marga-marga pertama dalam kebudayaan Tionghoa banyak yang mempunyai radikal perempuan (女). Dua karakter xing (姓) dan shi (氏) yang membentuk arti marga
sebenarnya berbeda dalam penggunaanya. Seiring bertambah kompleksnya struktur sosial masyarakat
Tionghoa, xing merujuk kepada marga dan shi merujuk kepada klan. Bila xing muncul pada masa 8.000 tahun yang lalu, maka shi baru muncul pada
masa pemerintahan Huangdi
(Hanzi: 黃帝,
bahasa Inggris: Yellow Emperor). Klan (shi) ini sedikit berbeda
dengan
marga (xing), bertambahnya jumlah penduduk yang mempunyai marga yang
sama kemudian menjadikan beberapa keluarga yang sama marga menginginkan adanya
pembedaan garis keturunan lagi. Dari sinilah muncul pembedaan klan dalam marga
yang sama. Jadi, shi adalah satu marga kecil dalam marga. Dalam satu marga
dibagi lagi atas beberapa klan menurut garis keturunan yang berbeda. Menurut catatan sejarah, jumlah keseluruhan marga Tionghoa sekitar 12.000
buah marga. Marga dengan karakter tunggal mencapai 5.000 buah, marga ganda
mencapai 4.000 buah dan sisanya adalah marga antara 3 karakter sampai 9
karakter.
Namun marga yang masih digunakan sampai sekarang hanya berkisar antara 3.000
lebih marga. Marga tunggal mencapai 2.900 buah sedangkan marga ganda hanya 100
marga. Marga dengan 3 karakter ke atas sangat jarang ditemui. Selain itu banyak
pula marga yang telah punah. Komposisi marga di masyarakat Tionghoa sangat tidak merata. Sekitar 100
marga yang paling banyak diketemukan mencakup 87% dari jumlah penduduk Cina. Di zaman dulu, marga-marga tertentu mempunyai tingkatan lebih tinggi
daripada marga-marga lainnya. Pandangan ini terutama muncul dan memasyarakat
pada zaman Dinasti Jin dan sesudahnya. Ini dikarenakan sistem Men Di yang serupa dengan sistem
kasta di India. Pengelompokan tingkatan marga ini terutama juga dikarenakan
oleh sistem feodalisme
yang mengakar zaman dulu di Tiongkok. Ini dapat dilihat pada zaman Dinasti
Song misalnya, Bai Jia Xing yang dilafalkan pada masa tersebut
menempatkan marga Zhao yang merupakan marga kaisar menjadi marga
pertama. Di masa sekarang tidak ada pengelompokan tingkatan marga lagi di dalam
kemargaan Tionghoa. Bila beberapa marga didaftarkan maka biasanya diadakan
pengurutan sesuai dengan jumlah goresan karakter marga tersebut. Munculnya berbagai macam marga antara lain karena:
- Menggunakan lambang-lambang suku-suku kuno, misalnya 马 (ma, kuda), 龙 (long, naga), 山 (shan, gunung), 云 (yun, awan)
- Menggunakan nama negara, misal: Qi, Lu, Wei, Song
- Menggunakan daerah kekuasaan, misal: Zhao, yang mendapatkan daerah kekuasaan di kota Zhao.
- Menggunakan gelar jabatan, misal: Sima (menteri Perang), Situ (menteri tanah dan rakyat), Sikong (menteri PU)
- Menggunakan nama pekerjaan, misal: Tao (keramik), Wu (dukun/tabib)
- Menggunakan tanda dari tempat tinggal, misal: Ximen (gerbang barat), Liu (pohon yangliu), Chi (kolam)
Marga Tionghoa juga digunakan oleh suku-suku minoritas di Tiongkok dan Taiwan. Ini
dikarenakan suku-suku minoritas tadi menerima pengaruh dari kebudayaan Han yang
membawa marga. Banyak suku-suku minoritas yang kemudian juga membawa marga Han,
dengan karakter Han. Pada mulanya, mereka juga menggunakan marga suku
masing-masing dengan mencari nada pelafalan yang lebih kurang sama dengan marga
Tionghoa yang umum.
Marga Tionghoa di Indonesia terutama ditemukan di kalangan suku Tionghoa-Indonesia. Suku Tionghoa-Indonesia walau
telah berganti nama Indonesia, namun masih banyak yang tetap mempertahankan
marga dan nama Tionghoa mereka yang masih digunakan di acara-acara tidak resmi
atau yang bersifat kekeluargaan.
Diperkirakan ada sekitar 300-an marga Tionghoa di Indonesia, data di PSMTI (Paguyuban
Sosial Marga Tionghoa Indonesia) mencatat ada sekitar 160 marga Tionghoa di Jakarta. Di Singapura
sendiri ada sekitar 320 marga Tionghoa. Atas dasar ini, karena daerah asal suku
Tionghoa di Indonesia relatif dekat dengan Singapura maka dapat diambil
kesimpulan kasar bahwa jumlah marga Tionghoa di Indonesia melebihi 320 marga. Marga Tionghoa di Indonesia mayoritas dilafalkan dalam dialek
Hokkian (Minnan). Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas keturunan
Tionghoa-Indonesia adalah berasal dari Provinsi
Fujian (Provinsi Hokkian).
Marga yang lazim di kalangan Tionghoa-Indonesia semisal:
- Cia/Tjia (Hanzi: 謝, hanyu pinyin: xie)
- Gouw/Goh (Hanzi: 吳, hanyu pinyin: wu)
- Kang/Kong (Hanzi: 江, hanyu pinyin: jiang)
- Lauw/Lau (Hanzi: 劉, hanyu pinyin: liu)
- Lee/Lie (Hanzi: 李, hanyu pinyin: li)
- Oey/Ng/Oei (Hanzi: 黃, hanyu pinyin: huang)
- Ong (Hanzi: 王, hanyu pinyin: wang)
- Tan (Hanzi: 陳, hanyu pinyin: chen)
- Tio/Thio/Theo/Teo (Hanzi: 張, hanyu pinyin: zhang)
- Lim (Hanzi: 林, hanyu pinyin: lin)
Masih banyak lagi marga-marga lain
yang dapat ditemui. Salah satu fenomena umum di Indonesia adalah karena marga
dilafalkan dalam dialek Hokkian, sehingga tidak ada satu standar penulisan
(romanisasi) yang tepat. Hal ini juga menyebabkan banyak marga-marga yang sama
pelafalannya dalam dialek Hokkian kadang-kadang dianggap merupakan marga yang
sama padahal sesungguhnya tidak demikian.
- Tio selain merujuk kepada marga Zhang (張) dalam Mandarin, juga merupakan dialek Hokkian dari marga Zhao (趙).
- Ang selain merujuk kepada marga Hong (洪) dalam Mandarin, juga merupakan dialek Hokkian dari marga Weng (翁).
Marga orang
Korea, Vietnam dan Jepang adalah bersumber dari marga Tionghoa. Orang Korea
masih menggunakan marga Tionghoa yang ditulis dalam karakter Hangul dan
dilafalkan dalam bahasa Korea. Marga orang Korea yang lazim ditemukan
adalah:
- Kim (Hanzi: 金, hanyu pinyin: jin)
- Park (Hanzi 朴, hanyu pinyin: pu)
- Cho (Hanzi: 曹, hanyu pinyin: cao)
Marga orang Vietnam
juga diambil dari marga Tionghoa yang dilafalkan bahasa
Vietnam serta ditulis dengan romanisasi huruf Latin.
Marga orang Vietnam yang lazim ditemukan adalah:
- Nguyen (Hanzi: 阮, hanyu pinyin: ruan)
- Tan (Hanzi: 陳, hanyu pinyin: chen)
Marga orang Jepang
mayoritas merupakan marga ganda dengan 2 karakter atau lebih dan ditulis dalam
karakter Kanji,
namun juga ada yang hanya mempunyai marga tunggal dengan 1 karakter.
Menurut sebuah studi oleh Li Dongming (李栋明) yang
dipublikasikan dalam artikel "Marga" (姓) dalam Majalah Dongfang (东方杂志)
(1977), urutan marga Tionghoa paling umum adalah:
Urutan 1-10, yang mencakup hampir 40% pemilik nama Tionghoa di dunia:
Urutan 11-20, yang mencakup lebih dari 10% pemilik nama Tionghoa di dunia:
Urutan 21-30, yang mencakup hampir 10% pemilik nama Tionghoa di dunia:
Urutan 31-45, yang mencakup hampir 10% pemilik nama Tionghoa di dunia:
- Fang 方,
- Cui 崔,
- Cheng 程、
- Pan 潘,
- Cao 曹,
- Feng 馮/冯,
- Wang 汪,
- Cai 蔡,
- Yuan 袁,
- Lu 盧/卢,
- Tang 唐,
- Qian 錢/钱,
- Du 杜,
- Peng 彭,
- Lu 陸/陆
Bai Jia Xing (Hanzi: 百家姓) adalah sebuah hapalan bagi anak-anak pada zaman dulu
di Tiongkok.
Hapalan ini berisikan karakter-karakter marga yang lazim di seluruh Tiongkok, 4
marga dalam satu kalimat.
Bai Jia Xing kemudian dibukukan pada zaman Dinasti
Song dengan membubuhkan sejarah masing-masing marga. Jumlah marga yang
dimuat dalam buku Baijiaxing adalah 507 marga dan sering menjadi referensi
utama untuk sejarah masing-masing marga. Hapalan Bai Jia Xing ini dimulai dengan marga Zhao (趙) karena keluarga
kekaisaran Dinasti Song bermarga Zhao.
Nama Tionghoa adalah nama yang diekspresikan dengan karakter
Han (Hanzi). Nama ini digunakan secara luas oleh warga negara Republik Rakyat Tiongkok, Republik
Tiongkok, Hong
Kong, Makau
dan keturunan Tionghoa
di negara-negara lainnya. Nama Tionghoa biasanya terdiri dari 2 karakter sampai 4 karakter, walaupun
ada yang lebih dari 4 karakter, namun umumnya nama seperti itu adalah mengambil
terjemahan dari bahasa lain sehingga tidak dianggap sebagai nama Tionghoa. Nama Tionghoa mengandung marga dan nama. Marga
Tionghoa diletakkan di depan nama, biasanya 1 sampai 2 karakter; nama
mengikuti marga. Di zaman dahulu, menurut catatan literatur kuno ada peraturan bahwa nama
seorang anak biasanya baru akan ditetapkan 3 bulan setelah kelahirannya. Namun
pada praktiknya, banyak yang memberikan nama sebulan setelah kelahiran sang
anak, bahkan ada yang baru diberikan setahun setelahnya. Juga ada yang telah
menetapkan nama terlebih dahulu sebelum kelahiran sang anak.
Di zaman Dinasti Shang, orang-orang masih menggunakan nama
dengan 1 karakter. Ini dikarenakan mereka belum mengenal marga dan juga karena
jumlah penduduk yang tidak banyak.
Sebelum zaman Dinasti Han, biasanya nama Tionghoa hanya terdiri dari
2 karakter yang terdiri dari 1 karakter marga dan 1 karakter nama. Namun
setelah Dinasti Han, orang-orang mulai memiliki sebuah nama lengkap yang
terdiri dari 3 karakter (1 karakter marga dan 2 karakter nama
pribadi - yang terdiri dari 1 karakter nama generasi dan 1 karakter
nama diri)
selain daripada nama resmi mereka yang 2 karakter itu.
Di zaman Dinasti Jin, orang-orang baru memakai nama
dengan 3 karakter seperti yang kita kenal sekarang.
Nama menjadi sebuah hal yang penting bagi seseorang dipengaruhi oleh
pemikiran Konfusius
tentang pentingnya penamaan bagi penonjolan karakter seseorang. Pada kasus-kasus yang sangat langka, seseorang dapat memiliki nama dengan
lebih dari tiga karakter :
- Dua karakter marga (seperti Sima, Zhuge), satu karakter generasi, dan satu karakter nama diri. Contoh: Sima Xiangru
- Satu karakter marga dan tiga karakter nama. Contoh: Hong Tianguifu (anak dari Hong Xiuquan)
- Nama marga suku minoritas yang mengadopsi nama Tionghoa. Contoh: suku Manchu yang menguasai dinasti Qing menggunakan marga Aisin Gioro; kaisar dinasti Qing terakhir bernama Aisin Gioro Puyi (enam karakter)
Di dalam nama dengan 3 karakter, biasanya kita
mengenal adanya nama generasi. Nama yang mengandung nama generasi adalah
1 karakter marga, 1 karakter generasi dan 1 karakter marga. Pada tingkatan
generasi yang sama dalam satu keluarga besar biasanya memiliki nama generasi
yang sama.
Nama generasi ditetapkan oleh leluhur dengan
mengambil sebuah puisi atau bait di dalamnya untuk penamaan generasi
turun-temurun. Biasanya sebuah puisi berisikan 16, 20 atau bahkan 24 karakter
buat 16, 20 atau 24 generasi ke bawah. Sampai generasi ke-17, 21 atau 25, nama
generasi akan dimulai kembali dari karakter generasi pertama.
Nama generasi ini tidak lazim digunakan di semua keluarga karena biasanya hal seperti ini merupakan monopoli orang terpelajar. Karena pendidikan tidak umum bagi rakyat biasa pada zaman dulu di Tiongkok, maka banyak pula keluarga yang tidak menggunakan nama generasi dalam pemberian nama.
Nama Tionghoa di Indonesia
Suku Tionghoa-Indonesia sebelum zaman Orde Baru
rata-rata masih memiliki nama Tionghoa dengan 3 karakter. Walaupun seseorang
Tionghoa di Indonesia tidak mengenal karakter Han, namun biasanya nama Tionghoa
di Indonesia tetap diberikan dengan cara romanisasi. Karena mayoritas orang
Tionghoa di Indonesia adalah pendatang dari Hokkian, maka
nama-nama Tionghoa berdialek Hokkian lebih lazim daripada dialek-dialek
lainnya.
Di zaman Orde Baru, di bawah pemerintahan Suharto, warganegara Indonesia
keturunan Tionghoa dianjurkan untuk mengindonesiakan nama Tionghoa mereka
dalam arti mengambil sebuah nama Indonesia secara resmi. Misalnya Liem
Sioe Liong diubah menjadi Soedono Salim. Walaupun demikian, di dalam acara
kekeluargaan, nama Tionghoa masih sering digunakan; sedangkan
nama Indonesia digunakan untuk keperluan surat-menyurat resmi.
Namun sebenarnya, ini tidak diharuskan karena tidak pernah ditetapkan
sebagai undang-undang dan peraturan
yang mengikat. Hanya tarik-menarik antara pendukung teori asimilasi dan teori
integrasi wajar di kalangan Tionghoa sendiri yang menjadikan anjuran ini
dipolitisir sedemikian rupa. Anjuran ganti nama tersebut muncul karena
ketegangan hubungan Republik Rakyat Tiongkok dengan Indonesia
setelah peristiwa G30S.
Tahun 1966, Ketua Lembaga
Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB), Kristoforus Sindhunata menyerukan
penggantian nama orang-orang Tionghoa demi pembangunan karakter dan
nasionalisme bangsa.
Seruan ini mendapat kecaman dari kalangan orang Tionghoa sendiri dan
cemoohan dari kalangan anti-Tionghoa. Yap
Thiam Hien secara terbuka menyatakan bahwa nama tidak dapat menjadi ukuran
nasionalisme seseorang dan ini juga yang menyebabkan nasionalis terkemuka
Indonesia itu tidak mengubah namanya sampai akhir hayatnya. Cemoohan datang
dari KAMI dan KAPPI yang pada waktu itu
mengumandangkan nada-nada anti-Tionghoa yang menyatakan bahwa ganti nama tidak
akan mengganti otak orang Tionghoa serta menyerukan pemulangan seluruh orang
Tionghoa berkewarganegaraan RRT di Indonesia ke negara leluhurnya.
Ganti nama ini memang merupakan satu kontroversi karena tidak ada kaitan
antara pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa dengan nama seseorang, juga
karena tidak ada sebuah nama yang merupakan nama Indonesia asli.
Daftar ini diurutkan berdasarkan pinyin. Karakter
yang menggunakan koma berarti ada lebih dari satu macam karakter untuk pinyin
yang sama. Karakter dengan tanda garis miring berarti di sebelah kiri adalah Hanzi
tradisional, dan di sebelah kanan Hanzi
sederhana.
Marga Tionghoa
|
Dibaca
|
Ejaan Latin Hokkian
|
Pengindonesiaan
|
O Yang
|
Auwjong
|
Ojong
|
|
An
|
Anadra, Andy, Anita, Ananta
|
||
Pai
|
Pekasa, Pekerti, Peris
|
||
Po
|
|||
Jae
|
Tjoa
|
Cahyo, Cahyadi, Tjohara
|
|
Cao
|
Tjo
|
Cokro, Vonco
|
|
Jheng
|
Seng
|
Sengani
|
|
Jhong
|
|||
Jen
|
Tan, Tjhin
|
Tanto, Tanoto, Tanu, Tanutama, Tanusaputra, Tanudisastro,
Tandiono, Tanuwijaya, Tanzil/Tansil, Tanasal, Tanadi, Tanusudibyo, Tanamal,
Tandy, Tantra, Intan, Tanizal, Tantomo
|
|
Teng
|
Tenggara, Tengger, Ateng
|
||
Hsü
|
Djie, Tjhie, Chi (Hakka), Chee, Swee,
Shui (Teochew, Hokkien), Tsui
(Cantonese),
Từ (Vietnamese), Seo (서)(Korean), Jo (Japanese)
|
Dharmadjie, Christiadjie
|
|
Hu, Hoo, Ô·
|
|||
Kuo
|
Kwee, Kwik
|
Kartawiharja, Kusuma/Kusumo, Kumala
|
|
Han
|
Han
|
Handjojo, Handaya, Handoyo, Handojo, Hantoro
|
|
Hung
|
Ang
|
Anggawarsito, Anggakusuma, Angela, Angkiat, Anggoro,
Anggodo, Angkasa, Angsana
|
|
Huang
|
Oei, Oey
|
Wibowo, Wijaya, Winata, Widagdo, Winoto, Willys, Wirya,
Wiraatmadja , Winarto, Witoelar, Widodo, Wijonarko, Wijanarko
|
|
Ciang
|
Kang/Kong
|
Kangean
|
|
Lhi
|
Li, Lie, Lee
|
Lijanto, Liman, Liedarto, Lievai, Lienata
|
|
Lhiang
|
Nio
|
Liangani, Liando/Liandow/Liandouw
|
|
Lhin
|
Liem, Lim
|
Halim, Salim, Limanto, Limantoro, Limianto, Limijanto,
Liemena, Alim, Limawan, Liemantika, Liman, Mulialim
|
|
Lhiu
|
Lau, Lauw
|
Mulawarman, Lawang, Lauwita, Lawanto, Lauwis
|
|
Lhû
|
Liok, Liuk
|
Loekito, Loekman, Loekali
|
|
Liw
|
Loe, Lu
|
Loekito/Lukito/Lukita, Luna, Lukas, Loeksono
|
|
Loo
|
Ro, Loe, Lou, Loo, Luo
|
Lolang, Louris, Robert, Rowi, Robin, Rosiana, Rowanto,
Rohani, Rohana, Samalo, Susilo
|
|
Qin
|
|||
Jhiwyen
|
Kuanna
|
||
Shi
|
Sie
|
Sidjaja, Sidharta, Sieputra
|
|
Sê Dhu
|
Sieto, Szeto, Seto, Siehu, Suhu
|
Lutansieto, Suhuyanli/Suhuyanly
|
|
Su
|
Souw, So, Soe
|
Soekotjo, Soehadi, Sosro, Solihin, Soeganda, Suker,
Suryo/Surya/Soerjo
|
|
Whang
|
Ong, Wong
|
Ongko, Wangsadinata, Wangsa, Waskito, Radja, Wongsojoyo,
Ongkowijaya
|
|
Whên
|
Oen, Boen, Woen
|
Benjamin, Bunjamin, Budiman, Gunawan, Basiroen, Bunda,
Wendi, Unang, Wiguna, Boennawan
|
|
Whu
|
Go, Gouw, Goh, Ng
|
Gono, Gondo, Sugondo, Gozali, Gossidhy, Gunawan, Govino,
Gotama, Utama, Widargo, Wurianto, Sumargo, Prayogo, yoga
|
|
Xiw
|
Kho, Khouw, Khoe
|
Kosasih, Komar, Kurnia, Kusnadi, Kholil, Kusumo, Komara,
Koeswandi, Kodinata
|
|
Shie
|
Cia/Tjia
|
Tjiawijaya, Tjahyadi, Sudarmadi, Tjiawi
|
|
Yang
|
Njoo, Nyoo, Njio, Injo, Inyo, Jo, Yo, Yong
|
Yongki, Yoso, Yohan, Yuwana, Yudha
|
|
Ye
|
Yap/Jap
|
Japhar, Djapri
|
|
Ceng
|
Tjan, Tsang
|
Tjandra/Chandra, Tjandrakusuma/Candrakusuma
|
|
Chang
|
Thio, Tio, Chang, Theo, Teo, Tjong
|
Canggih, Setyo, Setio, Sulistio, Sutiono, Santyoso
|
|
Cheng
|
Te, The
|
Tedyono, Suteja, Teja, Teddy, Tedjokumoro, Tejakusmana,
Tejarukmana, Tejawati
|
|
Chou
|
Tjio, Tjioe
|
Tjokrorahardjo (Cokroraharjo), Tjokrowidjokso
(Cokrowijokso)
|
|
Chu
|
Zulkifri, Zuneng
|
||
{belum
dikelompokkan) |
Djiaw, Gan, Hoo,
Keng, Pek, Poo, Siauw, Sie, Siem, Sim, Shim, Shen, Tjun, Tjiam, Tong |
Sekarang ini, biasanya untuk memudahkan orang yang memiliki nama Tionghoa
juga memiliki romanisasi dari lafal nama Tionghoa mereka ataupun memiliki nama
Barat. Sistem romanisasi yang paling baku dan paling banyak digunakan sekarang
ini adalah sistem Hanyu Pinyin. Tata cara penulisan nama Tionghoa dalam
bentuk romanisasi yang paling sering digunakan saat ini adalah dengan
memisahkan antara suku-kata marga dan nama.
- Mao Zedong; Mao adalah marga 1 karakter, Zedong adalah nama 2 karakter
- Jiang Zemin; Jiang adalah marga 1 karakter, Zemin adalah nama 2 karakter
- Sima Yi; Sima adalah marga 2 karakter, Yi adalah nama 1 karakter
- Auwjong Pengkoen (dialek Hokkian); Auwjong adalah marga 2 karakter, Pengkoen adalah nama 2 karakter
Ada pula penulisan dengan tata cara penulisan nama Barat, di mana nama
pemberian ditulis terlebih dahulu dan nama keluarga mengikuti di belakang. Nama
keluarga di Barat dapat disamakan dengan marga di kalangan Tionghoa.
- Zemin, Jiang; Zemin adalah nama pemberian, Jiang adalah nama keluarga (marga)
Nama barat berikut ini disertai oleh marga Tionghoa di belakang nama Barat
tersebut sesuai dengan kaidah penamaan di Barat yang menempatkan nama keluarga
di belakang nama pemberian.
- James Soong Chuyu; James adalah nama Barat, Soong adalah marga Tionghoa, Chuyu adalah nama Tionghoa
- Jacky Cheung; Jacky adalah nama Barat, Cheung adalah marga Tionghoa dalam dialek Kantonis
Sampai sekarang nama orang Korea masih terdiri
dari 3 karakter suku-kata walau ditulis dalam karakter Hangul. Marga orang
Korea adalah bersumber dari marga Tionghoa.
Orang Vietnam sendiri menggunakan nama Tionghoa
namun dengan lafal bahasa Viet serta ditulis dengan romanisasi.
Orang Jepang menggunakan nama yang ditulis
dengan karakter Han, namun mayoritas dengan 4 karakter, 2 karakter marga dan 2
karakter nama.
- Kakek dari pihak ibu tetap posisinya seperti nenek.
Sebutan
|
Indonesia
|
Aco
|
Kakek buyut
|
Aca
|
Nenek buyut
|
Akong/Akung/Nyaung
|
Kakek
|
Ama/Nyama
|
Nenek
|
Sun
|
Saudara laki-laki dari kakek/nenek
|
Ipo
|
Saudara perempuan dari kakek/nenek
|
Apek/Empek
|
Kakak laki-laki dari ayah
|
Acek/Encek
|
Adik laki-laki dari ayah
|
Ako/Kuku
|
Saudara perempuan dari ayah
|
Toaku/Akiu
|
Kakak laki-laki dari ibu
|
Ku/Kiukiu
|
Adik laki-laki dari ibu
|
Ieie/Ayi
|
Saudara perempuan dari ibu
|
Aku/Iriong/Kuriong
|
Saudara ipar laki-laki dari
ayah/ibu
|
Akim/Amu/Asing
|
Saudara ipar perempuan dari
ayah/ibu
|
Papa(h)
|
Ayah
|
Mama(h)
|
Ibu
|
Tuako/Koko
|
Kakak laki-laki
|
Tuaci/Cici
|
Kakak perempuan
|
Titi/Siaoti/Dede
|
Adik laki-laki
|
Meme/Siaome/Dede
|
Adik perempuan
|
(Sumber: Wikipedia)
Semoga dapat menambah wawasan. Damai dan berkat menyertai kita semua.