Tuesday 31 March 2015

Sejarah Marga Tionghoa




Marga Tionghoa
Sejarah marga di dalam kebudayaan Tionghoa bermula dari 5.000 sampai 8.000 tahun yang lalu sewaktu masyarakat Tionghoa masih bersifat matrilineal. Pada masa itu, marga diwariskan dari garis ibu, itu yang menyebabkan marga-marga pertama dalam kebudayaan Tionghoa banyak yang mempunyai radikal perempuan (女). Dua karakter xing (姓) dan shi (氏) yang membentuk arti marga sebenarnya berbeda dalam penggunaanya. Seiring bertambah kompleksnya struktur sosial masyarakat Tionghoa, xing merujuk kepada marga dan shi merujuk kepada klan. Bila xing muncul pada masa 8.000 tahun yang lalu, maka shi baru muncul pada masa pemerintahan Huangdi (Hanzi: 黃帝, bahasa Inggris: Yellow Emperor). Klan (shi) ini sedikit berbeda dengan
marga (xing), bertambahnya jumlah penduduk yang mempunyai marga yang sama kemudian menjadikan beberapa keluarga yang sama marga menginginkan adanya pembedaan garis keturunan lagi. Dari sinilah muncul pembedaan klan dalam marga yang sama. Jadi, shi adalah satu marga kecil dalam marga. Dalam satu marga dibagi lagi atas beberapa klan menurut garis keturunan yang berbeda. Menurut catatan sejarah, jumlah keseluruhan marga Tionghoa sekitar 12.000 buah marga. Marga dengan karakter tunggal mencapai 5.000 buah, marga ganda mencapai 4.000 buah dan sisanya adalah marga antara 3 karakter sampai 9 karakter.
Namun marga yang masih digunakan sampai sekarang hanya berkisar antara 3.000 lebih marga. Marga tunggal mencapai 2.900 buah sedangkan marga ganda hanya 100 marga. Marga dengan 3 karakter ke atas sangat jarang ditemui. Selain itu banyak pula marga yang telah punah. Komposisi marga di masyarakat Tionghoa sangat tidak merata. Sekitar 100 marga yang paling banyak diketemukan mencakup 87% dari jumlah penduduk Cina. Di zaman dulu, marga-marga tertentu mempunyai tingkatan lebih tinggi daripada marga-marga lainnya. Pandangan ini terutama muncul dan memasyarakat pada zaman Dinasti Jin dan sesudahnya. Ini dikarenakan sistem Men Di yang serupa dengan sistem kasta di India. Pengelompokan tingkatan marga ini terutama juga dikarenakan oleh sistem feodalisme yang mengakar zaman dulu di Tiongkok. Ini dapat dilihat pada zaman Dinasti Song misalnya, Bai Jia Xing yang dilafalkan pada masa tersebut menempatkan marga Zhao yang merupakan marga kaisar menjadi marga pertama. Di masa sekarang tidak ada pengelompokan tingkatan marga lagi di dalam kemargaan Tionghoa. Bila beberapa marga didaftarkan maka biasanya diadakan pengurutan sesuai dengan jumlah goresan karakter marga tersebut. Munculnya berbagai macam marga antara lain karena:
  1. Menggunakan lambang-lambang suku-suku kuno, misalnya (ma, kuda), (long, naga), (shan, gunung), (yun, awan)
  2. Menggunakan nama negara, misal: Qi, Lu, Wei, Song
  3. Menggunakan daerah kekuasaan, misal: Zhao, yang mendapatkan daerah kekuasaan di kota Zhao.
  4. Menggunakan gelar jabatan, misal: Sima (menteri Perang), Situ (menteri tanah dan rakyat), Sikong (menteri PU)
  5. Menggunakan nama pekerjaan, misal: Tao (keramik), Wu (dukun/tabib)
  6. Menggunakan tanda dari tempat tinggal, misal: Ximen (gerbang barat), Liu (pohon yangliu), Chi (kolam)
Marga Tionghoa juga digunakan oleh suku-suku minoritas di Tiongkok dan Taiwan. Ini dikarenakan suku-suku minoritas tadi menerima pengaruh dari kebudayaan Han yang membawa marga. Banyak suku-suku minoritas yang kemudian juga membawa marga Han, dengan karakter Han. Pada mulanya, mereka juga menggunakan marga suku masing-masing dengan mencari nada pelafalan yang lebih kurang sama dengan marga Tionghoa yang umum.
Marga Tionghoa di Indonesia terutama ditemukan di kalangan suku Tionghoa-Indonesia. Suku Tionghoa-Indonesia walau telah berganti nama Indonesia, namun masih banyak yang tetap mempertahankan marga dan nama Tionghoa mereka yang masih digunakan di acara-acara tidak resmi atau yang bersifat kekeluargaan.
Diperkirakan ada sekitar 300-an marga Tionghoa di Indonesia, data di PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia) mencatat ada sekitar 160 marga Tionghoa di Jakarta. Di Singapura sendiri ada sekitar 320 marga Tionghoa. Atas dasar ini, karena daerah asal suku Tionghoa di Indonesia relatif dekat dengan Singapura maka dapat diambil kesimpulan kasar bahwa jumlah marga Tionghoa di Indonesia melebihi 320 marga. Marga Tionghoa di Indonesia mayoritas dilafalkan dalam dialek Hokkian (Minnan). Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas keturunan Tionghoa-Indonesia adalah berasal dari Provinsi Fujian (Provinsi Hokkian).
Marga yang lazim di kalangan Tionghoa-Indonesia semisal:
  • Cia/Tjia (Hanzi: , hanyu pinyin: xie)
  • Gouw/Goh (Hanzi: , hanyu pinyin: wu)
  • Kang/Kong (Hanzi: , hanyu pinyin: jiang)
  • Lauw/Lau (Hanzi: , hanyu pinyin: liu)
  • Lee/Lie (Hanzi: , hanyu pinyin: li)
  • Oey/Ng/Oei (Hanzi: , hanyu pinyin: huang)
  • Ong (Hanzi: , hanyu pinyin: wang)
  • Tan (Hanzi: , hanyu pinyin: chen)
  • Tio/Thio/Theo/Teo (Hanzi: , hanyu pinyin: zhang)
  • Lim (Hanzi: , hanyu pinyin: lin)
Masih banyak lagi marga-marga lain yang dapat ditemui. Salah satu fenomena umum di Indonesia adalah karena marga dilafalkan dalam dialek Hokkian, sehingga tidak ada satu standar penulisan (romanisasi) yang tepat. Hal ini juga menyebabkan banyak marga-marga yang sama pelafalannya dalam dialek Hokkian kadang-kadang dianggap merupakan marga yang sama padahal sesungguhnya tidak demikian.
  • Tio selain merujuk kepada marga Zhang () dalam Mandarin, juga merupakan dialek Hokkian dari marga Zhao ().
  • Ang selain merujuk kepada marga Hong () dalam Mandarin, juga merupakan dialek Hokkian dari marga Weng ().
Marga orang Korea, Vietnam dan Jepang adalah bersumber dari marga Tionghoa. Orang Korea masih menggunakan marga Tionghoa yang ditulis dalam karakter Hangul dan dilafalkan dalam bahasa Korea. Marga orang Korea yang lazim ditemukan adalah:
  • Kim (Hanzi: , hanyu pinyin: jin)
  • Park (Hanzi , hanyu pinyin: pu)
  • Cho (Hanzi: , hanyu pinyin: cao)
Marga orang Vietnam juga diambil dari marga Tionghoa yang dilafalkan bahasa Vietnam serta ditulis dengan romanisasi huruf Latin. Marga orang Vietnam yang lazim ditemukan adalah:
  • Nguyen (Hanzi: , hanyu pinyin: ruan)
  • Tan (Hanzi: , hanyu pinyin: chen)
Marga orang Jepang mayoritas merupakan marga ganda dengan 2 karakter atau lebih dan ditulis dalam karakter Kanji, namun juga ada yang hanya mempunyai marga tunggal dengan 1 karakter.
Menurut sebuah studi oleh Li Dongming () yang dipublikasikan dalam artikel "Marga" () dalam Majalah Dongfang () (1977), urutan marga Tionghoa paling umum adalah:
Urutan 1-10, yang mencakup hampir 40% pemilik nama Tionghoa di dunia:
Urutan 11-20, yang mencakup lebih dari 10% pemilik nama Tionghoa di dunia:
Urutan 21-30, yang mencakup hampir 10% pemilik nama Tionghoa di dunia:
Urutan 31-45, yang mencakup hampir 10% pemilik nama Tionghoa di dunia:
Bai Jia Xing (Hanzi: 百家姓) adalah sebuah hapalan bagi anak-anak pada zaman dulu di Tiongkok. Hapalan ini berisikan karakter-karakter marga yang lazim di seluruh Tiongkok, 4 marga dalam satu kalimat.
Bai Jia Xing kemudian dibukukan pada zaman Dinasti Song dengan membubuhkan sejarah masing-masing marga. Jumlah marga yang dimuat dalam buku Baijiaxing adalah 507 marga dan sering menjadi referensi utama untuk sejarah masing-masing marga. Hapalan Bai Jia Xing ini dimulai dengan marga Zhao () karena keluarga kekaisaran Dinasti Song bermarga Zhao.  
Nama Tionghoa adalah nama yang diekspresikan dengan karakter Han (Hanzi). Nama ini digunakan secara luas oleh warga negara Republik Rakyat Tiongkok, Republik Tiongkok, Hong Kong, Makau dan keturunan Tionghoa di negara-negara lainnya. Nama Tionghoa biasanya terdiri dari 2 karakter sampai 4 karakter, walaupun ada yang lebih dari 4 karakter, namun umumnya nama seperti itu adalah mengambil terjemahan dari bahasa lain sehingga tidak dianggap sebagai nama Tionghoa. Nama Tionghoa mengandung marga dan nama. Marga Tionghoa diletakkan di depan nama, biasanya 1 sampai 2 karakter; nama mengikuti marga. Di zaman dahulu, menurut catatan literatur kuno ada peraturan bahwa nama seorang anak biasanya baru akan ditetapkan 3 bulan setelah kelahirannya. Namun pada praktiknya, banyak yang memberikan nama sebulan setelah kelahiran sang anak, bahkan ada yang baru diberikan setahun setelahnya. Juga ada yang telah menetapkan nama terlebih dahulu sebelum kelahiran sang anak.
Di zaman Dinasti Shang, orang-orang masih menggunakan nama dengan 1 karakter. Ini dikarenakan mereka belum mengenal marga dan juga karena jumlah penduduk yang tidak banyak.
Sebelum zaman Dinasti Han, biasanya nama Tionghoa hanya terdiri dari 2 karakter yang terdiri dari 1 karakter marga dan 1 karakter nama. Namun setelah Dinasti Han, orang-orang mulai memiliki sebuah nama lengkap yang terdiri dari 3 karakter (1 karakter marga dan 2 karakter nama pribadi - yang terdiri dari 1 karakter nama generasi dan 1 karakter nama diri) selain daripada nama resmi mereka yang 2 karakter itu.
Di zaman Dinasti Jin, orang-orang baru memakai nama dengan 3 karakter seperti yang kita kenal sekarang.
Nama menjadi sebuah hal yang penting bagi seseorang dipengaruhi oleh pemikiran Konfusius tentang pentingnya penamaan bagi penonjolan karakter seseorang. Pada kasus-kasus yang sangat langka, seseorang dapat memiliki nama dengan lebih dari tiga karakter :
Di dalam nama dengan 3 karakter, biasanya kita mengenal adanya nama generasi. Nama yang mengandung nama generasi adalah 1 karakter marga, 1 karakter generasi dan 1 karakter marga. Pada tingkatan generasi yang sama dalam satu keluarga besar biasanya memiliki nama generasi yang sama.
Nama generasi ditetapkan oleh leluhur dengan mengambil sebuah puisi atau bait di dalamnya untuk penamaan generasi turun-temurun. Biasanya sebuah puisi berisikan 16, 20 atau bahkan 24 karakter buat 16, 20 atau 24 generasi ke bawah. Sampai generasi ke-17, 21 atau 25, nama generasi akan dimulai kembali dari karakter generasi pertama. 

Nama generasi ini tidak lazim digunakan di semua keluarga karena biasanya hal seperti ini merupakan monopoli orang terpelajar. Karena pendidikan tidak umum bagi rakyat biasa pada zaman dulu di Tiongkok, maka banyak pula keluarga yang tidak menggunakan nama generasi dalam pemberian nama. 
Nama Tionghoa di Indonesia
Suku Tionghoa-Indonesia sebelum zaman Orde Baru rata-rata masih memiliki nama Tionghoa dengan 3 karakter. Walaupun seseorang Tionghoa di Indonesia tidak mengenal karakter Han, namun biasanya nama Tionghoa di Indonesia tetap diberikan dengan cara romanisasi. Karena mayoritas orang Tionghoa di Indonesia adalah pendatang dari Hokkian, maka nama-nama Tionghoa berdialek Hokkian lebih lazim daripada dialek-dialek lainnya.
Di zaman Orde Baru, di bawah pemerintahan Suharto, warganegara Indonesia keturunan Tionghoa dianjurkan untuk mengindonesiakan nama Tionghoa mereka dalam arti mengambil sebuah nama Indonesia secara resmi. Misalnya Liem Sioe Liong diubah menjadi Soedono Salim. Walaupun demikian, di dalam acara kekeluargaan, nama Tionghoa masih sering digunakan; sedangkan nama Indonesia digunakan untuk keperluan surat-menyurat resmi.
Namun sebenarnya, ini tidak diharuskan karena tidak pernah ditetapkan sebagai undang-undang dan peraturan yang mengikat. Hanya tarik-menarik antara pendukung teori asimilasi dan teori integrasi wajar di kalangan Tionghoa sendiri yang menjadikan anjuran ini dipolitisir sedemikian rupa. Anjuran ganti nama tersebut muncul karena ketegangan hubungan Republik Rakyat Tiongkok dengan Indonesia setelah peristiwa G30S. Tahun 1966, Ketua Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB), Kristoforus Sindhunata menyerukan penggantian nama orang-orang Tionghoa demi pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa.
Seruan ini mendapat kecaman dari kalangan orang Tionghoa sendiri dan cemoohan dari kalangan anti-Tionghoa. Yap Thiam Hien secara terbuka menyatakan bahwa nama tidak dapat menjadi ukuran nasionalisme seseorang dan ini juga yang menyebabkan nasionalis terkemuka Indonesia itu tidak mengubah namanya sampai akhir hayatnya. Cemoohan datang dari KAMI dan KAPPI yang pada waktu itu mengumandangkan nada-nada anti-Tionghoa yang menyatakan bahwa ganti nama tidak akan mengganti otak orang Tionghoa serta menyerukan pemulangan seluruh orang Tionghoa berkewarganegaraan RRT di Indonesia ke negara leluhurnya.
Ganti nama ini memang merupakan satu kontroversi karena tidak ada kaitan antara pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa dengan nama seseorang, juga karena tidak ada sebuah nama yang merupakan nama Indonesia asli.
Daftar ini diurutkan berdasarkan pinyin. Karakter yang menggunakan koma berarti ada lebih dari satu macam karakter untuk pinyin yang sama. Karakter dengan tanda garis miring berarti di sebelah kiri adalah Hanzi tradisional, dan di sebelah kanan Hanzi sederhana.
Marga Tionghoa
Dibaca
Ejaan Latin Hokkian
Pengindonesiaan
欧阳/歐陽 (Oūyáng)
O Yang
Auwjong
Ojong
(Ān)
An

Anadra, Andy, Anita, Ananta
, (Bái)
Pai

Pekasa, Pekerti, Peris
()
Po


(Cài)
Jae
Tjoa
Cahyo, Cahyadi, Tjohara
(Cao)
Cao
Tjo
Cokro, Vonco
, (Chéng)
Jheng
Seng
Sengani
/ (Cóng)
Jhong


(Chen)
Jen
Tan, Tjhin
Tanto, Tanoto, Tanu, Tanutama, Tanusaputra, Tanudisastro, Tandiono, Tanuwijaya, Tanzil/Tansil, Tanasal, Tanadi, Tanusudibyo, Tanamal, Tandy, Tantra, Intan, Tanizal, Tantomo
/ (Deng)
Teng

Tenggara, Tengger, Ateng
()
Hsü
Djie, Tjhie, Chi (Hakka), Chee, Swee, Shui (Teochew, Hokkien), Tsui (Cantonese), Từ (Vietnamese), Seo ()(Korean), Jo (Japanese)
Dharmadjie, Christiadjie
()
Hu, Hoo, Ô·
Aw, Auw (Teochew, Hokkien), Wu (Cantonese), Hồ (Vietnamese), Ho ()(Korean), Ko (Japanese)

(Guo)
Kuo
Kwee, Kwik
Kartawiharja, Kusuma/Kusumo, Kumala
(Han)
Han
Han
Handjojo, Handaya, Handoyo, Handojo, Hantoro
(Hong)
Hung
Ang
Anggawarsito, Anggakusuma, Angela, Angkiat, Anggoro, Anggodo, Angkasa, Angsana
(Huang)
Huang
Oei, Oey
Wibowo, Wijaya, Winata, Widagdo, Winoto, Willys, Wirya, Wiraatmadja , Winarto, Witoelar, Widodo, Wijonarko, Wijanarko
(Jiang)
Ciang
Kang/Kong
Kangean
(Li)
Lhi
Li, Lie, Lee
Lijanto, Liman, Liedarto, Lievai, Lienata
(Liang)
Lhiang
Nio
Liangani, Liando/Liandow/Liandouw
(Lin)
Lhin
Liem, Lim
Halim, Salim, Limanto, Limantoro, Limianto, Limijanto, Liemena, Alim, Limawan, Liemantika, Liman, Mulialim
/ (Liu)
Lhiu
Lau, Lauw
Mulawarman, Lawang, Lauwita, Lawanto, Lauwis
(Lu)
Lhû
Liok, Liuk
Loekito, Loekman, Loekali
()
Liw
Loe, Lu
Loekito/Lukito/Lukita, Luna, Lukas, Loeksono
/ (Luo)
Loo
Ro, Loe, Lou, Loo, Luo
Lolang, Louris, Robert, Rowi, Robin, Rosiana, Rowanto, Rohani, Rohana, Samalo, Susilo
(Qín)
Qin


(Quán)
Jhiwyen

Kuanna
(Shi)
Shi
Sie
Sidjaja, Sidharta, Sieputra
司徒 (Situ)
Sê Dhu
Sieto, Szeto, Seto, Siehu, Suhu
Lutansieto, Suhuyanli/Suhuyanly
(Su)
Su
Souw, So, Soe
Soekotjo, Soehadi, Sosro, Solihin, Soeganda, Suker, Suryo/Surya/Soerjo
(Wang)
Whang
Ong, Wong
Ongko, Wangsadinata, Wangsa, Waskito, Radja, Wongsojoyo, Ongkowijaya
(Wen)
Whên
Oen, Boen, Woen
Benjamin, Bunjamin, Budiman, Gunawan, Basiroen, Bunda, Wendi, Unang, Wiguna, Boennawan
/, , , , , (Wu)
Whu
Go, Gouw, Goh, Ng
Gono, Gondo, Sugondo, Gozali, Gossidhy, Gunawan, Govino, Gotama, Utama, Widargo, Wurianto, Sumargo, Prayogo, yoga
(Xu)
Xiw
Kho, Khouw, Khoe
Kosasih, Komar, Kurnia, Kusnadi, Kholil, Kusumo, Komara, Koeswandi, Kodinata
(Xie)
Shie
Cia/Tjia
Tjiawijaya, Tjahyadi, Sudarmadi, Tjiawi
/ (Yang)
Yang
Njoo, Nyoo, Njio, Injo, Inyo, Jo, Yo, Yong
Yongki, Yoso, Yohan, Yuwana, Yudha
(Ye)
Ye
Yap/Jap
Japhar, Djapri
(Zeng)
Ceng
Tjan, Tsang
Tjandra/Chandra, Tjandrakusuma/Candrakusuma
(Zhang)
Chang
Thio, Tio, Chang, Theo, Teo, Tjong
Canggih, Setyo, Setio, Sulistio, Sutiono, Santyoso
(Zheng)
Cheng
Te, The
Tedyono, Suteja, Teja, Teddy, Tedjokumoro, Tejakusmana, Tejarukmana, Tejawati
(Zhou)
Chou
Tjio, Tjioe
Tjokrorahardjo (Cokroraharjo), Tjokrowidjokso (Cokrowijokso)
(Zhū)
Chu

Zulkifri, Zuneng
{belum
dikelompokkan)

Djiaw, Gan, Hoo,
Keng, Pek, Poo,
Siauw, Sie, Siem, Sim, Shim, Shen,
Tjun, Tjiam, Tong

Sekarang ini, biasanya untuk memudahkan orang yang memiliki nama Tionghoa juga memiliki romanisasi dari lafal nama Tionghoa mereka ataupun memiliki nama Barat. Sistem romanisasi yang paling baku dan paling banyak digunakan sekarang ini adalah sistem Hanyu Pinyin. Tata cara penulisan nama Tionghoa dalam bentuk romanisasi yang paling sering digunakan saat ini adalah dengan memisahkan antara suku-kata marga dan nama.
  • Mao Zedong; Mao adalah marga 1 karakter, Zedong adalah nama 2 karakter
  • Jiang Zemin; Jiang adalah marga 1 karakter, Zemin adalah nama 2 karakter
  • Sima Yi; Sima adalah marga 2 karakter, Yi adalah nama 1 karakter
  • Auwjong Pengkoen (dialek Hokkian); Auwjong adalah marga 2 karakter, Pengkoen adalah nama 2 karakter
Ada pula penulisan dengan tata cara penulisan nama Barat, di mana nama pemberian ditulis terlebih dahulu dan nama keluarga mengikuti di belakang. Nama keluarga di Barat dapat disamakan dengan marga di kalangan Tionghoa.
  • Zemin, Jiang; Zemin adalah nama pemberian, Jiang adalah nama keluarga (marga)
Nama barat berikut ini disertai oleh marga Tionghoa di belakang nama Barat tersebut sesuai dengan kaidah penamaan di Barat yang menempatkan nama keluarga di belakang nama pemberian.
  • James Soong Chuyu; James adalah nama Barat, Soong adalah marga Tionghoa, Chuyu adalah nama Tionghoa
  • Jacky Cheung; Jacky adalah nama Barat, Cheung adalah marga Tionghoa dalam dialek Kantonis
Sampai sekarang nama orang Korea masih terdiri dari 3 karakter suku-kata walau ditulis dalam karakter Hangul. Marga orang Korea adalah bersumber dari marga Tionghoa.
Orang Vietnam sendiri menggunakan nama Tionghoa namun dengan lafal bahasa Viet serta ditulis dengan romanisasi.
Orang Jepang menggunakan nama yang ditulis dengan karakter Han, namun mayoritas dengan 4 karakter, 2 karakter marga dan 2 karakter nama.
  • Kakek dari pihak ibu tetap posisinya seperti nenek.
Sebutan
Indonesia
Aco
Kakek buyut
Aca
Nenek buyut
Akong/Akung/Nyaung
Kakek
Ama/Nyama
Nenek
Sun
Saudara laki-laki dari kakek/nenek
Ipo
Saudara perempuan dari kakek/nenek
Apek/Empek
Kakak laki-laki dari ayah
Acek/Encek
Adik laki-laki dari ayah
Ako/Kuku
Saudara perempuan dari ayah
Toaku/Akiu
Kakak laki-laki dari ibu
Ku/Kiukiu
Adik laki-laki dari ibu
Ieie/Ayi
Saudara perempuan dari ibu
Aku/Iriong/Kuriong
Saudara ipar laki-laki dari ayah/ibu
Akim/Amu/Asing
Saudara ipar perempuan dari ayah/ibu
Papa(h)
Ayah
Mama(h)
Ibu
Tuako/Koko
Kakak laki-laki
Tuaci/Cici
Kakak perempuan
Titi/Siaoti/Dede
Adik laki-laki
Meme/Siaome/Dede
Adik perempuan
(Sumber: Wikipedia)

Semoga dapat menambah wawasan. Damai dan berkat menyertai kita semua.