Perkembangan teknologi dalam memenuhi
kebutuhan gaya hidup manusia terus berkembang. Diantara teknologi IT tersebut
adalah teknologi 3D, dimulai dari 3 dimensi (3D) didalam seni animasi dan
film kemudian berkembang ke permainan game dalam Playstation dan cetakan atau
printing. Seni 3D ini merupakan bentuk penyempurnaan dari bangun ruang atau
bentuk, sehingga terlihat lebih tampak hidup atau mulai mendekati dari bentuk
bangun ruang aslinya dalam kehidupan nyata.
Permainan seni 3D ini sangat populer seiring
perkembangan teknologi komputer, banyak animasi dan film yang dihasilkan dari
teknologi seni 3D ini. Dan pada tahun 2015 ini akhirnya penerapan seni
dan teknologi 3D sedang dikembangkan dalam dunia makanan atau yang dikenal
dengan Kuliner 3D. Bentuk-bentuk unik dari kuliner 3D dimulai dengan
model dummy kuliner, yang akhirnya diciptakan benar-benar kuliner 3D yang dapat
dimakan.
Perkembangan Kuliner 3D ini masih
dalam bentuk ujicoba dan penyempurnaan, tetapi dibeberapa Negara maju mulai
dikembangkan peralatan yang mendukung kearah kuliner 3D ini diantara Negara tersebut
adalah Amerika dan Spanyol yang sedang mempopulerkannya. Mesin Printer untuk
membuat sajian Kuliner 3D ini, memang sesuatu yang masih sangat baru didunia
kuliner. Dan merupakan revolusioner dalam bidang seni kuliner saat ini.
Kuliner 3D ini masih terbatas dalam makanan
ringan seperti kue-kue, cokelat, dan panganan manis lainnya. Salah satu
perusahaan pembuat printer kuliner 3D ini yang berada di Amerika, pada awal bulan
Februari lalu diluncurkan di Las Vegas. Printer ini diluncurkan dalam dua versi
yaitu, Cheftjet dan Chefjet Pro. Printer ini mampu menciptakan bentuk
dan perpaduan warna yang sempurna. Makanan yang dicetak sangat luar biasa dan
pastinya membuat orang yang melihatnya tertarik untuk memakan. Tapi Beberapa
bulan kemudian di Venlo, Belanda Printer bernama Foodini juga dipamerkan dalam
suatu event teknologi. Mesin Printer Foodini ini adalah kreasi dan dikembangkan
oleh start-up
Spanyol 'Foodini' yang ada di Barcelona.
Lynette Kucsma, salah satu dari empat pendiri
perusahaan itu, memaparkan, "Gampangnya, bayangkan ini sebagai alat perakit.
Ambil contoh, ravioli. Sesering apa kita membuat sendiri di rumah? Mungkin
sangat jarang. Dari perspektif perangkat dapur rumahan, alat ini ditujukan bagi
mereka yang gemar membuat makanan segar. Dari sudut pandang restaurant, alat
ini menarik sebagai elemen desain dan Koki tetap berperan. Harga perangkat
dapur modern ini sekitar 1.000 Euro. Desain untuk makanan, dirancang para koki
melalui komputer. Dengan itu, kreativitas dan gagasan nyaris tidak ada
batasannya. Inovasi dalam dunia kuliner yang muncul ini tentunya sangat memberikan
suatu atmosfer baru dalam industri kuliner yang sedang berkembang saat ini.
Beberapa supermarket sudah melakukan pengujian pembuatan
kue-kue dengan bantuan mesin cetak 3D. Begitu pula di beberapa restaurant di
luar negeri yang menawarkan makanan penutup (dessert) yang dicetak secara 3
dimensi. Beberapa pihak bahkan mengklaim bahwa nantinya akan ada printer
makanan 3D di setiap rumah tangga dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Satu
hal yang pasti, ini adalah pangsa pasar yang tengah berkembang pesat dan
memiliki potensi bisnis yang menjanjikan. Namun, untuk mewujudkan kenyataan
tersebut, masih diperlukan banyak penelitian. Berbagai aspek masih perlu
diperhitungkan untuk memastikan keselamatan dan nilai kualitas makanan yang
dicetak dengan mesin printer 3 dimensi. Karena saat ini, meskipun dibuat dengan
teknologi canggih, namun tetap saja kualitas gizi dan makanan-makanan tiruan
ini masih tak sebagus aslinya.
Demikianlah sekilas mengenai “KULINER 3D” semoga dapat menambah wawasan pembaca dan lebih mengenal keberagaman teknologi
sebagai pendukung dan motivasi dalam berkreasi usaha; penulis hanya berpesan
tetap bijak dan dapat mengambil nilai manfaat diatas yang penulis coba sajikan
disini. Jangan bosan berkunjung di blog ini. Salam hangat buat pengunjung blog ini. GBU.