Saturday 14 March 2015

Sebuah Jabatan penting di lembaga Hukum dan Korupsi di Republik Indonesia



Saat ini di pemerintahan Republik Indonesia yg dipimpin bapak Jokowi; telah terjadi kekosongan pucuk pimpinan untuk jabatan Kapolri dan KPK. Dikarenakan sebelumnya telah terjadi sedikit gesekan diantara kedua lembaga tersebut. Gesekan yang terjadi saat ini adalah yang kedua kalinya yg dikenal di masyarakat dengan istilah "Cicak Vs Buaya jilid 2".
Yang berawal dari penetapan Komisaris Jendral Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK pada saat beliau dicalonkan sebagai Calon Kapolri tunggal.

Dan akhirnya dari pihak Polri dari unit Bareskim juga melakukan penangkapan Bambang Widjojanto di sebuah sekolah setelah mengantar anaknya. Proses ini berlanjut dengan pemeriksaan BW dan juga banyak kasus hukum yang dihadapi oleh semua petinggi KPK.
Dan akhirnya menjadi bola panas yang ditunggu oleh media masa untuk selalu diliput dan ditayangkan sampai sebulan lamanya. Pada akhirnya untuk menangani tugas rutin di kedua pucuk pimpinan lembaga institusi hukum tersebut  dan juga untuk meredakan gejolak yang terjadi di kedua lembaga tersebut, maka diangkatlah PLT oleh Presiden untuk kedua pucuk pimpinan lembaga yang menangani masalah hukum dan korupsi / antiraswa tersebut.
Definisi dari PLT yaitu pejabat yang menempati posisi jabatan sementara karena pejabat definitif yang menempati jabatan itu berhalangan tetap atau terkena peraturan hukum. Misalnya pensiun.
Kejadian kekosongan pucuk pimpinan ini pernah dialami juga pada masa pemerintahan SBY, untuk lembaga keuangan / Mentri Keuangan sampai dengan beberapa bulan, kejadian tsb terjadi setelah mentri keuangan ibu Sri Mulyani mengundurkan diri dan bergabung dgn world bank. Sampai akhirnya diangkatlah Direktur bank Mandiri bapak Agus Martowardojo untuk menggantikan ibu Sri Mulyani.
Jadi tidaklah aneh apabila dalam suatu lembaga / institusi Negara terjadi kekosongan pucuk pimpinannya; karena sebelumnya juga pernah terjadi. Yang terpenting adalah saat kekosongan pimpinan di lembaga tsb, aktivitas rutin dapat tetap berjalan secara normal atau normative. Dan untuk pelaksana harian dapat diangkat seseorang yg memang sdh familiar dengan pekerjaan tersebut untuk sementara waktu, sampai calon penggantinya sudah ada.
Untuk masalah waktu sampai berapa lama didapatkan orang yang dapat menggantikan posisi / jabatan tersebut tidak dapat diprediksi, karena untuk posisi / jabatan sentral tentunya banyak pertimbangan yg harus dipenuhi kriterianya dan juga dalam jabatan / posisi di pemerintahan ini sangat tergantung ritme politik yang terjadi saat itu karena adanya berbagai macam kepentingan dari pihak2 tertentu. Makanya di politik sering kali kita dengar istilah “Bargaining” (Perundingan atau tawar-menawar).

Sebenarnya kata bargaining ini biasa dipakai dalam dunia bisnis; definisi yang sebenarnya - Perundingan atau tawar-menawar adalah jenis negosiasi di mana pembeli dan penjual barang atau jasa debat harga dan sifat yang tepat dari transaksi. Jika tawar menghasilkan kesepakatan tentang syarat, transaksi berlangsung. Tawar-menawar adalah strategi harga alternatif untuk harga tetap.

Tapi didunia politik ternyata malah lebih kental penggunaan kata bargaining ini.
Jadi tidak perlu merasa aneh kalau di suatu pemerintahan terjadi suatu ke vacuman / kekosongan pimpinan pada sebuah lembaga / institusi Negara itu adalah suatu hal yang biasa dan lumrah; yang terpenting kita tetap menyingkapinya dengan lebih bijak.

Dan lihat serta amati bagaimana kinerja sebuah instansi atau lembaga Negara itu berjalan dalam melayani kepentingan masyarakat yang saat ini banyak disorot bukan oleh rakyatnya saja, tapi pihak luar / asing yang mempunyai kepentingan dengan Negara kita.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada para pembaca;  semoga tulisan ini dapat menambah wawasan kalian semua dan dapat mengambil hikmahnya serta dapat lebih bijak dalam bersikap dan bertindak. Salam.